Sepotong Fase Metamorfosis






Aku disini, di tempat yang mereka bilang istana, tapi menurut aku ini lebih mirip gudang sampah.
Badanku rasanya remuk, bahkan buat bangunpun aku yakin bakal menimbulkan tulang patah dan gegar otak. Ah aku berlebihan, aku rasa cuma masuk angin karena aku baru sadar, aku tidur di lantai semen yang dingin banget.
Bersama 4 sahabatku dan 10 temen sahabatku dan temen aku juga pasrtinya, kami tidur di sini tanpa alas.
aku bangun dan menyandarkan punggung ke tembok yang sama dinginnya dengan lantai. Aku mencoba mengingat apa yang bisa membawaku sampai disini.
---
Pelajaran sejarah, sejak aku SD sampai SMA guru sejarah sudah seperti seseorang pelengkap pengajar, mereka tak ada yang mengajar dengan serius.
Terutama disini, di depan kelas atau tepatnya di bangku guru, seorang pahlawan tanpa tanda jasa sedang duduk santai baca koran, dengan rokok di ujung bibir dan segelas kopi hitam di meja. Jika kau ingin bertanya tentang materi pelajaran hari ini, teman-temanku bakal siap menyeretmu ke belakang sekolah, dan aku berharap kau bawa baju ganti hari itu, jangan tanyakan apa yang akan terjadi karena aku selalu saja ketinggalan momen seru itu, aku hanya tau korban mereka akan berakhir dengan yaah sedikit noda darah yang bercampur dengan keringat dan tanah kebun belakang sekolah.
Teman-temanku paling suka guru kayak gini, kita dibolehin keluar kelas, bahkan gak balik lagi pun gak papa.
Dan disinilah aku, kantin. Kami gak beli apa-apa, cuma butuh tempat buat saling menghina orang tua atau bicara kasar tentang kehidupan. Oh apakah aku lupa menjelaskan ketika kami sedang bosan di kantin? Kami bakal ke kebun belakang sekolah, sekedar melepas penat dengan sebatang rokok di tangan masing-masing, tapi karena aku dan 4 temanku sialnya berjenis kelamin perempuan, kami sering dilarang menikmati rokok, yah sebenarnya bukan kami secara harfiah, hanya aku yang dilarang keras untuk merokok dan mencoba minuman beralkohol karena aku perempuan berkerudung.
Kadang aku menyangsikan fungsi dari sehelai kain yang menutup kepalaku ini. Tapi aku sendiri yang menjebloskan diriku dan kerudungku di tempat yang menurutku akan menerimaku apa adanya.
Menjadi satu-satunya perempuan berkerudung di antara para bajingan kecil ini kadang membuatku gerah. Tapi melepas kerudung berarti aku melepaskan harga diriku. Teman-teman bejatku ini tak kusangka sangat menghargai kain penutup kepalaku ini, yaah walaupun mereka tetap mengajakku kemanapun mereka pergi, tapi mereka tak pernah menyentuhku, seperti ke empat teman perempuanku, kurasa mereka... Ah aku paling tak suka mencampuri urusan orang lain, dan aku tak ingin mencamluri urusan mereka.
Mereka baik, sangat baik padaku. Mereka selalu siap melindungiku. Aku pernah sekali berurusan dengan seorang guru saat aku baru duduk di kelas 11 IPS, aku bahkan belum kenal mereka, satu minggu, salah, tak sampai satu minggu setelah si guru marah-marah padaku, ku dengar ia memutuskan untuk pindah. Aku tak tau apa yang mereka lakukan pada guru malang itu. Ya, malang, akulah yang salah, aku keluar dari kelas tanpa izinnya lalu aku dimarahi di depan kelas saat aku kembali ke kelas.
Mungkin itu yang membuatku makin nyaman di kelas bejat ini.
Dan sekarang disinilah aku, di balik jeruji bersama ke empat teman perempuanku, dan di sel sebelah kulihat bergelimpangan sepuluh pemuda yang kuyakin teman-temanku. Kami dijaring saat menonton teman kami ikut balapan liar. Hahahaha, sempat kurasakan rasa senang saat bisa ngebut dijalanan, saling kejar di antara para pengendara lain.
kami memang para berandalan kecil, kami sebut ini pencarian jati diri. Guru kami sendiri yang pernah mengatakan "carilah jati diri kalian, karena jati diri itu bisa ditemukan dimana saja dan kapan saja", tapi sayang teman-temanku hanya mendengar sebatas itu saja, mereka tak mendengar kalimat berikutnya, "tapi jangan pernah kalian cari jati diri kalian dengan cara melanggar norma dan etika". Aku mendengar kalimat terakhir itu, tapi saat itu aku belum mengerti artinya, aku sudah dibutakan dengan semua cerita teman-temanku mengenai balapan liar yang mereka ikuti sejak SMP.
Kutuklah aku dan segala pemikiranku, tapi aku tak akan pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi selama 3 tahun ini, karena inilah jalan yang sudah ketempuh untuk membuktikan diriku pada dunia bahwa AKU ADA.
Dan ku katakan untuk kalian para generasi muda, ikutilah kata hati kalian, lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan. Tapi jangan pernah kalian sesali akhir dari semua yang telah kalian lakukan.
NONSENSE, tak ada gunanya!
Oleh karena itu, jangan kau sia-siakan sisa hidupmu kelak hanya untuk menyesali apa yang telah kau lakukan sebelumnya. Tapi jadikanlah sisa hidupmu kelak untuk yang lebih baik lagi.
---THE END---

Komentar