YUNI, sepotong kisah sulitnya hidup perempuan.





Film yang sudah tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada akhir 2021 akhirnya ada di Disney+ Hotstar. Saya mencoba menonton dengan pikiran kosong dan mencerna lambat-lambat maksud dari setiap cerita di dalamnya.

Film Yuni dibuka dengan adegan seorang perempuan yang sedang bersiap untuk ke sekolah, mengenakan pakaian dalam yang serba ungu, menunjukkan sebegitu sukanya sang pemeran utama dengan warna yang satu ini.

Sesampainya di sekolah, sedang ada penyuluhan dan pengumuman akan diadakan tes keperawanan bagi perempuan. Seluruh siswa-siswi riuh mendengar hal ini.

Hal ini juga sempat booming di tahun-tahun tersebut, tentang akan diadakannya tes keperawanan bagi siswi di sekolah-sekolah, tentu saja hal ini menjadi kontroversi dan pro kontra di adakannya tes semacam ini. Terlepas dari unsur agama, apa yang akan didapatkan dengan tes keperawanan? sebuah cap akan ditambahkan untuk para perempuan, membedakan mereka yang masih perawan dan yang sudah tidak perawan, lalu apa? suatu hal yang menurut saya sangat tidak nyaman. Hal ini juga yang di pertengahan film menjadi konflik, Yuni akan dibayar mahal jika setelah malam pertama diketahui ia benar perawan.

Layaknya gadis seumuran Yuni, naksir guru ganteng di sekolah menjadi sebuah hiburan dalam penatnya kehidupan sekolah. Di awal suka dengan sikap Yuni yang benar-benar membentengi diri, tidak pacaran seperti teman-teman seusianya dan tetap fokus untuk belajar serta menambah kegiatan di luar sekolah yakni silat.

Bu Lies, guru yang dari perawakannya terlihat bersahaja dan memiliki semangat untuk benar-benar menjadi guru dan fasilitator bagi siswa-siswinya. Ia mencoba mengubah persepsi murid agar mau mengembangkan diri dengan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, di tengah kehidupan yang kebanyakan anak perempuan jika sudah cukup umur maka hal selanjutnya pasti menikah.

Bu Lies pun tidak hanya mengobral harapan pada anak didiknya yang kebanyakan kurang mampu, ia memberikan solusi. Untuk Yuni yang memang merupakan siswi pintar, Bu Lies mencarikan perguruan tinggi yang bakal memberikan beasiswa penuh.

Sayangnya nilai Yuni masih lemah di Bahasa Indonesia. Yuni mencoba mendongkrak nilai dengan minta pelajaran tambahan kepada Pak Damar, guru Bahasa Indonesia yang dikagumi Yuni. Meskipun kagum dengan gurunya ternyata tak bisa membuat Yuni mudah mempelajari materi-materi yang diberikan, mengulas puisi.

Konflik awal muncul saat seorang laki-laki tetangga Yuni yang baru pindah dan bekerja di sana sebagai mandor naksir. Tanpa peringatan tak ada angin tak ada hujan Iman membawa kedua orang tuanya untuk melamar Yuni. Untungnya Yuni pulang sekolah di saat yang tepat, kalau tidak mungkin Yuni tidak tahu apa-apa sudah langsung dinikahkan saja. Ketiadaan orang tua Yuni yang merantau ke Jakarta dan hanya ada sang nenek membuat Yuni bingung menghadapi masalah ini.

Pamali, satu kata yang sangat dipegang masyarakat sana, pamali jika menolak lamaran yang datang. Namun Yuni yang masih ingin bebas sebagai seorang perempuan, dengan berani ia datangi Iman dan dengan lantang menolak lamarannya.

Tidak berhenti sampai di situ, lamaran kedua datang dari seorang laki-laki paruh baya yang sudah beristri. Sungguh kesal saya dibuat adegan ini, si istri manggut saja akan dimadu. Ternyata yang membuat si laki-laki ini sangat pede adalah ia memiliki uang. Apalagi dengan tanpa malu-malu ia menawarkan jika Yuni masih perawan maka uang yang diberikan kepada keluarga Yuni akan ditambah. Yuni dijual.

Diperlihatkan suatu adegan saat motor Yuni mogok-lagi, ia melihat bayangan dirinya yang sedang bahagia mengendarai motor keluaran terbaru. Seperti yang ditawarkan si laki-laki bahwa uang 25 juta di awal bisa dipakai Yuni untuk beli motor baru.

Lagi, Yuni melawan pamali-menolak lamaran kedua akan menjauhkan si wanita dari jodohnya. Yuni datangi si pria paruh baya dan dengan tegas menolak dengan alasan ia sudah tidak perawan.

Oke, harusnya bisa saja Yuni mengarang cerita ia yang sudah tidak perawan, kenapa harus benar-benar dilakukan??? Sebuah cerminan dari ketidakdewasaan ditambah dengan tidak adanya sosok orang tua yang bisa menjadi tempat bertanya dan berkeluh kesah. Sungguh sebuah keputusan yang tidak bisa saya terima.

Pertemuannya dengan sosok Suci cute dan pacarnya menambah bumbu di dunia Yuni. Tentu Yuni tidak mau seperti Suci yang ditinggal suami gara-gara berkali-kali gagal memiliki anak. Lalu melihat temannya yang sudah melahirkan dan mengurus hidup dan anak bayinya karena si suami lebih memilih pulang ke rumah dengan alasan ia tidak betah di rumah orang tua perempuan.

Konflik lainnya muncul dari Pak Damar, sang guru yang dikagumi Yuni. Ketika itu Yuni yang kebetulan sedang di pasar tempat Suci membuka salon, ia melihat Pak Damar yang sedang menuju ke toko yang menjual hijab. Malu-malu Yuni mencari Pak Damar, mungkin dalam hatinya, "siapa tahu aku bisa berkenalan lagi dengan ibunya Pak Damar seperti waktu itu," setidaknya itu yang saya pikirkan. Tapi Yuni malah melihat yang sangat mengejutkan, Pak Damar di kamar pas sedang senyam-senyum melihat pantulan dirinya di cermin sedang mengenakan gamis dan kerudung, tirai yang sedikit terbuka membuat Yuni bisa melihat dengan jelas gerak-gerik dan tatapan Pak Damar. Pandangan keduanya bertemu, Yuni lari.

Membayangkan orang yang selama ini dikagumi ternyata... membuat saya benar-benar putus asa. Lalu apa yang terjadi, Pak Damar ke rumah Yuni bersama orang tua dan kerabatnya bermaksud melamar Yuni. Mungkin menurut Pak Damar sudah kepalang tanggung. Tapi cara yang digunakan Pak Damar dengan 'mengancam' Yuni menggunakan nilai Bahasa Indonesia sungguh membuat saya jijik.

Ditambah kepergian Bu Lies yang tidak akan mengajar di sekolah Yuni karena ia ingin melanjutkan sekolah, saya rasa ini membuat Yuni kehilangan harapannya untuk melanjutkan pendidikan. Bu Lies tentu sangat kontras dengan Yuni. Ia bebas menentukan arah hidupnya, tidak menerima takdir yang diberikan oleh masyarakat sekitar, bahwa perempuan itu tugasnya melayani suaminya di kasur, dapur, dan pupur (bersolek), setidaknya itu kata-kata nenek Yuni.

Yuni menerima lamaran Pak Damar. Di sini saya merasa mungkin Yuni sudah kehilangan minatnya menjadi manusia bebas yang bisa menentukan arah hidupnya sendiri.

Satu adegan yang memang saya tunggu, Yuni lari di hari pernikahannya. Ia tidak memilih Pak Damar, juga Yoga.

__

Setelah menonton Film Yuni, saya menerka-nerka apa yang bisa dilakukan Yuni sebagai gadis yang berasal dari desa dengan pikiran terbuka sekaligus terkungkung dalam stigma. Mungkin pindah ke kota lain ikut orang tuanya, menempuh hidup baru dengan kemampuan yang dimiliki akan cukup sulit untuk Yuni namun ia bisa menentukan arah hidupnya, atau ia kembali ke rumah neneknya dan menerima seluruh tuduhan dan pandangan tak mengenakkan dari para tetangga.

Sulitnya menjadi perempuan.

Film Yuni membuat saya bersyukur hidup dan tumbuh di lingkungan saya sekarang, bersyukur memiliki keluarga yang berpikiran terbuka tentang pentingnya pendidikan.

Konflik-konflik yang menghampiri Yuni tentu saja ada di dunia nyata, lalu bagaimana menghadapi semua konflik itu. Saya tidak mendapatkan jawaban yang benar dari film ini. Tapi cukup untuk menjadi peringatan dan membuka pengetahuan.

Komentar